Menurut Echols dan Shadily, Problem posing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari kata problem dan pose. Problem diartikan sebagai soal, masalah atau persoalan, dan pose yang diartikan sebagai mengajukan (dalam Luwis, 2009). Jadi problem posing dapat diartikan sebagai pengajuan masalah.
Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama, problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain. Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai dalam Sarbaini, 2009).
Pembelajaran dengan metode pemberian tugas pengajuan soal (problem posing) pada intinya adalah meminta siswa untuk mengajukan soal atau masalah dan masalah yang diajukan dapat berdasarkan pada topik yang luas, masalah yang sudah dikerjakan atau informasi tertentu yang diberikan oleh guru.
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dijelaskan guru hendaknya memilih strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik maupun sosial (Depdikbud dalam Sulastri, 1998:6). Kaitannya dengan pengajuan soal matematika, pengajuan soal merupakan tugas kegiatan yang mengarah pada sikap kritis dan kreatif, sebab dalam pengajuan soal siswa diminta untuk membuat pertanyaan dari informasi yang diberikan.
Apabila pengajuan soal dikaitkan dengan peningkatan kemampuan siswa, maka pengajuan soal merupakan sarana untuk merangsang kemampuan tersebut. Hal ini disebabkan karena dalam mengajukan soal, siswa perlu membaca suatu informasi yang diberikan dan mengkorfimasikan pertanyaan secara verbal maupun tertulis.
Dalam problem posing ini, siswa tidak hanya diminta untuk membuat soal atau mengajukan suatu pertanyaan. Tetapi mereka diminta untuk mencari penyelesaiannya. Penyelesaian dari soal yang mereka buat bisa dikerjakan sendiri, bisa juga meminta tolong kepada temannya atau bisa juga soal tersebut dikerjakan secara kelompok. Dengan cara dikerjakan secara kooperatif akan memudahkan pekerjaan mereka, sebab yang memikirkan masalah tersebut banyak anak. Selain itu, dengan belajar kelompok suatu soal atau masalah dapat diselesaikan dengan banyak cara dan banyak penyelesaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Harisantoso (2002:105) bahwa pengajuan soal juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif secara mental, fisik dan sosial, disamping memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menyelidiki dan membuat jawaban yang divergen (mempunyai lebih dari satu jawaban).
Problem posing dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing mungkin bukan suatu hal yang baru dalam dunia pendidikan. Pendekatan ini pada awal tahun 2000 sempat menjadi kata kunci di setiap seminar pembelajaran, khususnya pembelajaran matematika. Problem posing adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika dimana siswa diminta untuk merumuskan, membentuk dan mengajukan pertanyaan atau soal dari situsi yang disediakan. Situasi dapat berupa gambar, cerita, atau informasi lain yang berkaitan dengan materi pelajaran.
Problem posing merupakan salah satu pembelajaran non konvensional yang dalam proses kegiatannya membangun struktur kognitif siswa. Proses ini dilakukan siswa dengan cara mengaitkan skemata yang dimilikinya. Bahkan beberapa hasil penelitian memberikan gambaran bahwa problem posing merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pembelajaran matematika yang dapat mengaktifkan siswa, mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah dan menimbulkan sikap positif terhadap matematika (Tjiptadi, 2006:29).
Pembelajaran dengan pendekatan problem posing bisanya diawali dengan penyampaian teori atau konsep. Setelah itu, guru memberikan contoh bagaimana membuat masalah dari masalah yang ada dan menjawabnya. Kemudian siswa diminta belajar dengan problem posing. Mereka diberi kesempatan belajar secara individu atau berkelompok. Masalah matematika yang diajukan secara individu tidak memuat intervensi atau pemikiran dari siswa yang lain. Masalah tersebut adalah murni sebagai hasil pemikiran yang dilatar belakangi oleh situasi yang diberikan. Masalah matematika yang diajukan oleh siswa yang dibuat secara berkelompok akan menjadi lebih berkualitas manakala anggota kelompok dapat berpartsipasi dengan baik. Menurut Nasution (2000:149) bahwa kerja kelompok dapat mempertinggi hasil belajar, baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Penerapan dari problem posing dalam pembelajaran matematika, yaitu dengan cara siswa diminta mengajukan soal yang sejenis atau setara dari soal yang telah dibahas. Dengan cara ini kita bisa melihat sejauh mana daya serap siswa terhadap materi yang baru saja di sampaikan. Melalui tugas membuat soal yang setara dengan soal yang telah ada, kita bisa mencermati bagaimana siswa mengganti variabel-variabel yang dikatahui lalu mencari variabel yang ditanyakan. Bagi siswa yang memiliki daya nalar diatas rata-rata, pendekatan seperti ini memberikan peluang untuk melakukan eksplorasi intelektualnya. Mereka akan tertantang untuk membuat tambahan informasi dari informasi yang disediakan. Sehingga pertanyaan yang diajukan memiliki jawaban yang lebih kompleks, sedangkan bagi anak yang berkemampuan biasa cara ini akan memberikan kemudahan untuk membuat soal dengan tingkat kesukaran sesuai dengan kemampuannya.
Sebenarnya banyak cara bagaimana mengaktifkan siswa, salah satunya melalui pembelajaran dengan problem posing. Melalui model pembelajaran ini mereka bisa terangsang untuk mengembangkan pengetahuannya dengan cara yang mudah dan murah. Pengetahuan siswa bisa dikembangkan dari yang sederhana hingga pada pengetahuan yang kompleks. Selain itu, siswa akan belajar sesuai dengan tingkat berfikirnya. Karena antara siswa yang pandai dengan yang kurang pandai tidak diperlakukan sama. Mereka akan belajar dengan problem posing sesuai dengan pengetahuaan mereka yang telah dimiliki sebelumnya. Dengan model pembelajaran ini diharapkan siswa lebih bersemangat, kritis dan kreatif serta lebih peka terhadap masalah yang timbul disekitarnya dan mampu memberikan penyelesaian yang cerdas.
Pembelajaran Problem posing-STAD
Model pembelajaran problem posing-STAD adalah suatu pembelajaran yang didasarkan atas kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan pada tahap diskusi terdapat perumusan masalah atau penyusunan soal sekaligus penyelesaiannya. Didalam pembelajaran model problem posing-STAD ini siswa akan mendapat pengalaman belajar yang lebih yaitu, selain mengkonstruksi pengetahuannya, mereka juga akan belajar bagaaimana bekerja sama dan bersosialisasi dengan orang lain tanpa membeda-bedakannya.
Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran model problem posing-STAD adalah sebagai berikut:
- Guru mempresentasikan materi secara garis besar dan siswa memperhatikan.
- Guru membuat kelompok heterogen yang beranggotakan 4-6 orang. Lalu membagikan LKS pada setiap kelompok dan meminta mereka untuk mendiskusikannya, sedangkan guru mengontrol dan memantau kegiatan siswa.
- Pada lembar kerja kelompok tidak hanya berisi uraian materi yang harus didiskusikan tetapi siswa diminta juga untuk menyusun atau membuat soal dari informasi yang telah diberikan.
- Sebelum siswa membuat soal, guru memberi contoh dalam menyusun soal dari suatu informasi yang telah diketahui.
- Guru memberikan kesempatan untuk membuat dan membahas soal tersebut dalam satu kelompok.
- Selanjutnya soal ditukarkan dengan kelompok lain dan kelompok tersebut membahas soal yang telah didapat dari kelompok lain.
- Guru meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil pembahasan soal, serta meminta tanggapan dari kelompok lain.
- Guru memberikan kuis kepada masing-masing individu.
- Dari hasil kuis, dianalisis dan ditetapkan penghargaan yang akan diumumkan kepada semua siswa.
Pada situasi problem posing, siswa tidak hanya diminta membuat soal atau mengajukan suatu pertanyaan, tetapi mereka juga diminta untuk mencari penyelesaiannya. Penyelesain dari soal yang mereka buat bisa dikerjakan sendiri, bisa juga minta tolong pada temannya, mungkin juga soal tersebut dikerjakan secara kelompok. Dengan cara dikerjakan secara kooperatif akan memudahkan pekerjaan siswa karena yang memikirkan masalah tersebut lebih banyak anak. Selain itu, dengan belajar kelompok suatu soal atau masalah dapat diselesaikan dengan banyak cara dan banyak penyelesaian.
Problem posing merupakan salah satu pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa, mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif yang diharapkan dapat membangun sikap positif siswa dan meningkatkan SDM yang berkualitas untuk menghadapi masa depan yang lebih banyak tantangannya. Pembelajaran kooperatif menekankan interaksi dan kerja sama tim. Bukan hanya satu orang anggota kelompok yang dianggap pandai saja yang menyelesaikan tugas sementara anggota lain diam menunggu, atau siswa duduk secara berkelompok tetapi masing-masing mengerjakan tugas secara individu. Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan terlatih untuk mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat-pendapat tersebut dalam bentuk tulisan. Tugas-tugas kelompok akan memacu siswa untuk bekerja sama, saling membantu dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki (http://karya-ilmiah.um.ac.id/2008).
Pada pembelajaran model problem posing-STAD siswa diberi kesempatan untuk mengajukan permasalahan dan menyelesaikannya berdasarkan situasi yang diberikan kemudian dikerjakan secara bersama-sama, sehingga diharapkan kreativitas siswa dapat berkembang. Model problem posing-STAD juga dapat membangkitkan nalar siswa sehingga siswa kreatif dan akhirnya diharapkan siswa dapat berpikir logis dan kritis.